MUTIARA HIKMAH

#Ibnu Mas’ud Ra: Aku tidak menyesal seperti penyesalanku terhadap sehari yang berlalu, yang berarti jatah usiaku berkurang, sementara amalku tidak bertambah.

Selamat Datang di Blog Pribadi I S N A E N I

Lebih Dekat dengan Sosok Daenulhay

Daenulhay, alumnus Fakultas Teknik Industri, ITB, lahir di Serang, 23 Agustus 1952. Memulai karier di Krakatau Steel (KS) sebagai kepala seksi Method Engineering tahun 1983, dipercaya menjadi direktur utama pada 2003. Sebagai pucuk pimpinan, Daenulhay memancang beberapa target.
Misalnya, pada 2008 mencapai harga kompetitif dengan kualitas bersaing, 2013 menjadi produsen baja dominan dengan kapasitas 8 juta ton per tahun, dan 2020 mengejar kapasitas 20 juta ton per tahun. Namun, upaya merintis jalan ke sana tidak mudah. Persaingan dari negara-negara luar begitu ketat. Rabu (12/9), di kantornya di pabrik baja KS, Cilegon, Banten, Daenulhay menerima Yudit Marendra dan fotografer Sufri Yuliardi dari Warta Ekonomi untuk sebuah wawancara khusus seputar industri baja. Berikut petikannya.

Bagaimana peta persaingan industri baja dunia?

Dunia membutuhkan baja 1,1 miliar ton per tahun, yang 1/3-nya dikuasai Cina. Cina adalah pemimpin industri baja dunia, diikuti India. Kalau mereka bergabung, bisa menguasai 60% pasar baja dunia. Sebenarnya ada fenomena luar biasa di bisnis baja akibat bergabungnya Mittal (raja baja asal India) dengan Arcelor (perusahaan baja Luksemburg) yang bakal diresmikan tahun ini. Dengan merger itu, kapasitas produksi mereka menjadi 120-an juta ton per tahun. Ini dampaknya luar biasa karena mereka bisa melakukan subsidi silang. OK, rugi di sini tidak apa-apa, asal secara korporat tetap untung. Kita tidak boleh mengabaikan fenomena ini. Kita harus melakukan sesuatu yang dalam dunia baja dikenal istilah “tanpa aliansi, keluarlah kalian dari dunia baja”. Dampak yang paling terasa, harga baja sudah mulai stabil. Artinya, marginnya kian pas-pasan. Kalau kita tidak baik-baik me-manage pabrik, barangkali bisa rugi terus.

Kalau kondisi dalam negeri?

Konsumsi baja kita baru 29 kilogram per kapita per tahun, sementara negara lain rata-rata di atas 100 kilogram. Jadi, Indonesia masih menjadi pasar yang prospektif bagi Cina dan India. Itu artinya, kalau tidak cerdik bermain dengan mereka, lama-lama kita jadi pasar orang luar, termasuk Rusia. Nah, untuk bisa bertahan, kita harus melakukan aliansi.

Gabungan Pengusaha Pipa (Gapipa) mengeluh, mereka terancam bangkrut akibat serbuan pipa baja dari Cina. Apa masalahnya?

Soal itu sudah lama disuarakan kepada pemerintah. Hanya, sampai saat ini, pemerintah belum merespons secara sempurna. Artinya ya dikembalikan ke mekanisme pasar. Inti persoalan industri baja, baik di pipa maupun paku, adalah law enforcement dalam hal penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI), bea masuk, atau persaingan usaha. Kami minta persaingan di pasar itu persaingan yang sehat. Jangan sampai produsen yang mengikuti SNI justru mati karena bersaing dengan produsen yang tidak standar.

KS bercita-cita menjadi perusahaan baja kelas dunia. Sanggup?

Kita lihat dulu definisinya. Sebuah perusahaan baja bisa mengklaim kelas dunia kalau kapasitas produksi minimumnya 5 juta ton per tahun, biaya pembuatan bajanya US$420–450 per ton, dan konsumsi listriknya di bawah 300 kWh per ton. Ikrar kami adalah menjadi perusahaan baja dunia pada 2008 dari sisi biaya yang US$420–450 per ton. Sekarang kami masih di atas itu. Namun, saya yakin, dengan adanya pabrik yang memanfaatkan bijih besi lokal dan batu bara, pada 2008 kami bisa menjadi perusahaan baja paling kompetitif dari sisi biaya.

Bukankah sejak dulu kita punya bahan baku baja, seperti bijih atau pasir besi?

Punya, hanya baru sekarang berani buka pabriknya. Kalau dulu, biaya mengolah bijih besi tersebut lebih mahal daripada membeli. Namun, dengan harga baja seperti sekarang, lebih baik memproduksi sendiri karena lebih efisien. Harga dasar bijih besi itu US$10–15 per ton, untuk harga dari pabrik US$40–45 per ton, dan dijual sebagai besi pelet US$100 per ton. Saat ini, 90% produknya kami impor dari Brasil. Ini karena pabrik kami lisensinya dari Meksiko, jadi bijih besinya cocok. Sisanya diimpor dari India, Timur Tengah, dan Australia.

Dari sisi kualitas dan harga?

Harga baja lembaran canai panas (hot rolled coil, HRC) US$580–600 per ton. Soal kualitas kami tidak main-main. Setiap tahun kami mengekspor bukan saja ke Malaysia, Singapura, dan Thailand, tetapi ke negara yang ketat soal kualitas, seperti Australia dan AS. Saat ini, 75% produk kami jual ke pasar dalam negeri, sisanya diekspor. Ekspor kami paling tinggi 60%, itu semasa krisis ekonomi.

Bukankah utilisasi pabrik-pabrik KS masih kurang maksimal?

Utilisasi pabrik kami paling bagus, 80%-an. Dalam perjalanannya selama 20 tahun lalu, kami baru dua kali rugi, yakni pada 2001 dan 2006. Pada 2001 memang industri baja sedang jatuh karena Rusia membutuhkan uang tunai, sehingga mereka tidak memikirkan lagi ongkos produksi. Lalu, pada 2006 akibat kenaikan harga BBM.

Bagaimana strategi Anda membawa KS di era persaingan global?

Strategi turnaround. Kami tata supaya kapasitas produksi menjadi maksimal, 1,8 juta ton. Lalu, kalau dulu ada enam direksi, kini hanya empat. Kami juga lakukan pembaruan perekrutan untuk kaderisasi. BUMN lain mengalami krisis tenaga kerja muda terdidik, kami tidak. Krisis seperti itu berbahaya dalam iklim persaingan yang serba cepat. Kami juga membuat organisasi yang simpel supaya bisa berlari cepat.

Anda mengeluhkan kebijakan tarif bea masuk 0%. Bukankah itu konsekuensi perdagangan bebas?

Malaysia mengenakan tarif bea masuk 50%. Sekarang, kita yang diinjak-injak terus oleh mereka kok sombong mengenakan tarif 0%. Thailand menerapkan tarif 25%. Ini kan sama saja kita memperkaya negara lain, bukan diri sendiri.

Menurut Anda, mengapa pemerintah berani menerapkan tarif 0%?

Sebab, ada permintaan dari pesaing kami, Essar, yang tidak diklarifikasi terlebih dahulu. Essar mengajukannya ke Menteri Perindustrian, tetapi itu sifatnya hanya rekomendasi. Eh, Menteri Keuangan menganggap itu sudah final. Jadi, mereka putuskan 0%. Itu sebabnya, dalam suatu seminar, saya menyampaikan masalah ini. Untunglah itu sudah dikoreksi. Tarif 0% berlaku hanya enam bulan, dan setelah itu akan ditinjau kembali.

Bukankah Essar berminat meminang KS?

Kalau Anda mencari mitra, yang suatu saat bakal mencaplok bisnis Anda, Anda mau? Jadi, ya lebih baik putus saja. Kami ingin mitra yang lebih langgeng. Kalau bicara ongkos, yang terbaik adalah Tata Steel. Kalau bicara manajemen, perusahaan-perusahaan Eropa lebih baik. Jadi, tergantung kebutuhan, dan masih terus kami evaluasi.

***

Di ruang kerjanya, Daenulhay memajang beberapa fotonya yang tengah berpose di lapangan golf. Kini, memang tinggal itulah olahraga Daenulhay. Selain itu, Daenulhay juga suka berorganisasi dan kerap diminta menjadi pembicara seminar. Itu pula sebabnya, dalam kapasitasnya sebagai ketua umum Gabungan Asosiasi Produsen Industri Baja Seluruh Indonesia, ia meminta pemerintah meninjau kembali pengenaan tarif bea masuk 0%. Kini, ia tengah menyiapkan KS untuk IPO.

Banyak kritik BUMN tidak seprofesional swasta. Bagaimana KS?

Budaya itu tidak muncul secara instan. Kami punya empat pilar: disiplin, keterbukaan, kerja sama, dan saling menghargai. Kami juga punya alat ukurnya, termasuk mengantisipasi penyelewengan. Prinsip saya, kalau ada karyawan yang menyeleweng, pertama, kami bina, kami beri tahu. Kalau masih salah, beri tahu lagi karena mungkin belum diberi contoh. Jadi, beri tahu dan beri contoh. Kalau nggak bisa juga, ya dibinasakan… hahaha.

Berapa banyak karyawan atas dan bawah yang sudah Anda tindak?

Atas atau bawah, kalau menyangkut moral, sama saja. Hanya, treatment-nya mungkin sedikit berbeda. Kalau yang atas kami mutasikan dulu. Penanganannya tidak bisa sembarangan. Apalagi kami ada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara serikat pekerja dan manajemen.

Ada anggapan, siapa yang menguasai baja, dia akan menguasai dunia. Pendapat Anda?

Itu benar, karena baja adalah tulang punggung industri. Dari baja lahir industri-industri lain. Mengapa Korea Selatan maju, karena memperhatikan industri bajanya. Itu sebabnya industri otomotif mereka berkembang. Di kehidupan kita pun semua ada bajanya. Sendok ada bajanya. Bahkan, di Alquran ada surat Al Hadiid (besi).

Pemerintah mendesak KS untuk IPO?

Kami sudah sampaikan ke DPR, yang terbaik adalah 2009. Namun, kalau pemerintah meminta 2008, ya kami siap saja.

Mengapa Anda minta 2009?

Kalau 2008, profitnya kami asumsikan baru Rp550 miliar. Jadi, total profit kalau dirata-ratakan Rp200 miliar per tahun. Sementara itu, saat ini aset kami kira-kira US$1 miliar, omzetnya Rp12–13 triliun. Kalah APBD Provinsi Banten yang Rp1,5 triliun.

Apa pengalaman paling berkesan selama Anda memimpin KS?

Wah, banyak. Tahun 2007, ketika KS berulang tahun, dan saya juga ulang tahun, saya dapat hadiah luar biasa. Saya bisa menjalankan misi menjadi perusahaan baja yang bisa memberikan solusi industri dan infrastruktur, bukan cuma jualan baja. Kami lakukan juga desain. Hadiahnya? Jembatan “TeKSas” dengan “KS” yang artinya Krakatau Steel. Jembatan itu menghubungkan Fakultas Teknik dan Fakultas Sastra, UI, di Depok. Itu hadiah HUT ke-37 KS. Kedua, saya meresmikan rotary killen (steel making) pabrik baja yang menghasilkan baja lokal. Memang kapasitasnya kecil, tetapi inovatif sekali dan murni inovasi karyawan. Ketiga, kami sudah memproduksi baja merah putih yang menjadi seng.

Apa hobi Anda?

Saya suka main golf, sebulan 2–3 kali. Kalau olahraga lain yang membutuhkan stamina, saya tidak mampu lagi karena keterbatasan fisik. Saya sudah diingatkan dokter supaya tidak terlalu capek, fitness dua kali seminggu. Saya fitness, tapi nggak kurus-kurus juga. Sekarang saya lagi suka buku-buku tentang bagaimana berdialog dengan Tuhan, dan sejenisnya… hehehe. Koleksi buku-buku saya sekarang berubah. Saya juga suka berorganisasi. Saya kini dipercaya jadi ketua ICMI Banten. Prinsip saya dalam berorganisasi adalah “ikan sepat ikan gabus ikan lele”. Makin cepat makin bagus tidak bertele-tele… hahaha.###
Read more »

 

KABAR MEDIA

TARBAWI

TIPS 'n TRIK